Kamis, 29 Maret 2012

DEFENISI FISIOTERAPI


Fisioterapi adalah : bentuk pelayanan kesehatan yang
ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, peralatan (fisik, electroterapi dan mekanis), pelatihan
fungsi, komunikasi. (KEPMENKES 1363)

KEWAJIBAN FISIOTERAPI


1.Menghormati hak pasien.
2.Merujuk kembali kasus yang tdk dapat ditangani atau belum
   selesai ditangani, sesuai sistem rujukan yang berlaku.
3.Menyimpan rahasia sesuai peraturan perundang-undangan.
4.Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5.Memberikan informasi dalam lingkup asuhan fisioterapi.
6.Melakuka pencatatan dengan baik.

PERAN FISAIOTERAPI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA


¢Bayi dan Balita
¢Kesehatan Reproduksi
¢Ibu hamil
¢Tumbuh Kembang
¢Cedera - trauma
¢Penyakit
¢Kesehatan kerja
¢Olah Raga
¢Proses penuaan
¢Post operatif
¢Kesehatan Masyarakat
¢Promotif/preventif
¢Kuratif
¢Rehabilitatif

FISIOTERAPI MANDIRI


Fisioterapi adalah bentuk pelayanan yang dilakukan oleh
atau dibawah pengarahan dan superfisi oleh Fisioterapis
termasuk Pemeriksaan, Penegakkan diagnosis,
Perencanaan Fisioterapi, serta pengobatan dan evaluasi
Fisioterapi.


 (KEPMENKES 1363 PASAL 12)

KEWENANGAN FISIOTERAPI


Fisioterapis dalam melaksanakan praktek Fisioterapi berwenang melakukan:

Assessment/pemeriksaan Fisioterapi.
Diagnosis Fisioterapi.
Perencanaan Fisioterapi.
Intervensi/Pengobatan Fisioterapi Evaluasi/ Re-evaluasi.

ASUHAN FISIOTERAPI PADA ANKLE SPRAIN



Indikasi
-          Asesmen fisioterapi dan temuannya pd kasus Ankle Sprain
-          Intervensi fisioterapi pada Ankle Sprain

Kontra indikasi
-          Fraktur
-          Dislocation
-          Neoplasma

Dosis
-          Pada aktualitas tinggi dengan dosis intensitas rendah; pada aktualitas rendah dosis intensitas tinggi
-          Waktu intervensi 20-30 menit
-          Pengulangan aktualitas tinggi tiap hari; pada aktualitas rendah 3kali - 2 kali seminggu

Asesmen fisioterapi
1.    Anamnesis
- Ada riwayat trauma (kesleo) kearah inversi
- Nyeri jenis nyeri tajam pada kaki sisi lateral
- Nyeri meningkat pada saat gerak eversi
2. Inspeksi
    - Tampak oedeme dan/atau haemetome pada lateral kaki.
3. Tes cepat
-    Gerak plantar maupun dorsal fleksi nyeri. Gerak inversi nyeri hebat.
4.Tes gerak aktif
-    Gerak inversi nyeri dan gerak eversi tidak terasa nyeri
-    Gerak dorso dan plantar flexi
5.Tes gerak pasif
-    Gerak pasif inversi nyeri, ROM terbatas denga sringy end feel
-    Gerak lain negatif
6. Tes gerak isometric
    - Gerak isometrik eversi nyeri bila tendon M. Peroneus longus dan brevis cidera
7. Tes khusus
-       Palpasi pada lig. Calcaneofibulare dan talofibulare terasa nyeri, kemungkinan lig. lain seperti lig. Calcaneo cuboideum.
-       Pada cidera tendon palpasi diatas tendon mm.peroneus longus dan atau peroneus brevis terasa nyeri
-       Joint play movement.pada sendi calcaneo-fibulare dan talofibulare nyeri dengan springy end feel.
1.    Pemeriksaan lain

Diagnosis
- Nyeri lateral kaki disebabkan oleh sprain ankle.

Rencana tindakan
-          Penjelasan tentang patologi, diagnosis, target, tujuan, rencana intervensi dan hasil yang diharapkan
-          Persetujuan pasien terhadap target, tujuan dan tindkan intervensi fisioterapi
-          Perencananaan intervensi secara bertahap


Intervensi
-          Pada fase acute diterapkan RICE
-          Bandaging dengan elestic bandage dan /atau tapping diberikan hingga satu minggu atau lebih
-          US: diberikan pada fase kronik
o   Pada ligamenta atau tendon yang terjadi cidera
o   Dosis 1.5 – 2 watt/cm2 waktu 2-3 menit
-          Transverse friction
-          Active stabilization and balance exercise.
-          Walking exc

Evaluasi
-          Nyeri sekitar ankle.


 Sumber : Sugijanto


 















Arus Interferensi


Muhammad Akraf

1.   Pengertian Arus Interferensi
“The phenomenon which occur when two or more oscillations are applied simultaneously to the same point or series point in a medium”
               (Alex. R, dkk, 2002).
Hal di atas mengandung pengertian bahwa arus interferensi merupakan hasil penggabungan dari dua arus frekuensi menengah yang masing-masing mempunyai frekuensi yang berbeda sehingga akan menimbulkan frekuensi dengan amplitude yang mengalami modulasi amplitude Amplitude Modulation Frequency (AMF) atau sering dikenal dengan frekuensi terapi.
Yang dimaksud AFM ialah frekuensi dimana terjadi perubahan besaran amplitude (intensitas arus) secara ritmis. Amplitudo merupakan hasil selisih antara frekuensi I dan frekuensi II. Frekuensi menengah yang sering digunakan adalah 2000-5000 Hz. Tetapi pada Fisioterapi klinis digunakan frekuensi dasar (I) 2000 Hz dan arus kedua 2100 Hz maka frekuensi modulasinya adalah 100 Hz. Di dunia penelitian frekuensi arus interferensi yang pernah digunakan mencapai 100.000 Hz yang dilakukan oleh Gildemeister.
2.      Sifat Interaksi Pulsa Arus Interferensi
Sifat pulsa dari arus interferensi adalah sinusoidal biphasic simetris sehingga arus interferensi tidak menimbulkan reaksi elektrokimiawi pada jaringan di bawah elektroda. Frekuensi menengah aru interferensi mempunyai penetrasi yang lebih dalam disbanding dengan arus dyadinamis serta tidak mengiritasi kulit  (membebani tahanan kulit). Arus interfererensi dapat menimbulkan kontraksi tetanik yang lebih kuat terutama pada durasi 2000 Hz. Amplitudo modulasi dapat dimodifikasi melalui pengaturan spectrum sehingga pulsa dapat lebar atau kecil, melonjak tajam atau datar.
                  AMF dapat dimodifikasi dalam pengaturan spectrum sehingga durasi pulsa bisa melebar atau menyempit dan bias juga mengalami perubahan amplitude secara tajam atau landai.
                  Modifikasi AMF adalah sebagai berikut :
a.       Model spectrum 6/6 landai (6 detik naik ke puncak  frekuensi, kemudian 6 detik berikutnya menuju ke nilai awal).
b.      Model spectrum 6/6 tegak  (1 detik pertama sampai kepuncak frekuensi bertehan selama 5 detik, kemudian turun ke frekuensi semula 1 detik berikutnya).
c.       Model spectrum 1/1 (1 detik pada frekuensi awal lalu naik ke frekuensi maksimal bertahan selama 1 detik, kemudian turun dan siklus ini bertahan selama terapi diberikan).
3.      Mekanisme Kerja Arus Interferensi
Mekanisme kerja arus interferensi dalam pengurangan nyeri :
a.       Teori Gate Control
Arus interferensi yang diberikan denan intensitas mitis dan normalis  akan mengaktifkan serabut saraf afferent yang bermielin besar seperti A alfa dan A beta karena serabut saraf tersebut mempunyai nilai ambang yang rendah. Aktifasi serabut tersebut saraf afferent yang besar akan mengaktifkan sel interneuron di substansi gelatinosa yang mengakibatkan gerbang tertutup sehingga akan memblokir masukan rangsang yang dibawah oleh nosiseptor ke sel transmisi (sel T) yang selanjutnya akan membawa impuls nosiseptif ke otak dengan kata lain terjadi inhibisi presinapsis. Untuk mekanisme ini dianjurkan menggunakan frekuensi terapi. Lihat Gate control teory.
b.      Pemblokiran Langsung pada Aktivitas Nosiseptif
Mekanisme antidromik dari arus interferensi akan menghambat impuls nosiseptif sehingg terhambat proses transmisinya.
c.       Peningkatan pengangkutan materi kimiawi stimulator maupun mediator nyeri dari daerah jaringan yang mengalami kelainan atau kerusakan sehingga nyeri akan berkurang.
d.      Mengaktifkan system supresi nyeri desenden.
e.       Efek placebo.
Sedangkan ahli yang lain berpendapat bahwa pengurangan nyeri dapat juga melalui mekanisme normalis fungsi neurovegetatif yaitu meningkatnya elastisitas jaringan kolagen akibat perbaikan sirkulasi darah pada jaringan yang bersangkutan sebagai hasil tertekannya saraf simpatis (Slamet Prajoto, 2006).
Arus interferensi lebih disukai oleh pasien oleh karena dirasakan lebih nyaman. Hal ini disebabkan durasinya yang sangat pendek dan tidak menimbulkan efek kimia di bawah elektroda atau menghasilkan muatan listrik netral (zero Neutral Charge) sehingga tidak mudah mengeksitasi nosiseptor. Tingginya frekuensi interferensi akan menurunkan tahanan kapasitigf (capacitive reactance) sehingga memungkinkan arus masuk ke jaringan yang lebih dalam dengan catatan tahanan ohmik juga harus diturunkan dengan jalan membersihkan kulit pada daerah yang diterapi dengan air hangat atau sabun.
4.      Indikasi dan Kontra-Indikasi Arus Interferensi
A.    Indikasi Arus Interferensi
Indikasi arus interferensi meliputi kondisi yang disertai dengan :
a)      Keluhan nyeri misalnya dalam otot, tendon, ligamen,      kapsul dan saraf.
b)      Keadaan hypertonus.
c)      Kelemahan otot.
               Kelainan di atas dapat terjadi sebagai akibat :
1.      Gangguan keseimbangan neuro vegetative mengakibatkan kelainan fungsi pada sirkulasi dan organ (brkaitan dengan kondisi kronik)
2.      Post traumatic dan post operatif, misalnya : kontusio, sparain, subliksasi, rupture, kontrakture,post imobilisasi, arthrosis, spondylosis, periarthritis, bursitis, tendonitis, mialgia, atropi, dan lain-lain.
B.     Kontra indikasi Arus Interferensi
           Kontra indikasi arus interverensi meliputi :
a)      Demam.
b)      Tumor.
c)      Tuberculosis.
              Dengan pertimbangan :
1)  Peradangan local.
2) Thrombosis
3) Kehamilan.
4) Pacemaker
5)  Metal yang dipasang dalam tubuh, bila pasien merasa tidak     enak.





Rabu, 28 Maret 2012

PENGARUH ULTRASONOPHORESIS DENGAN MENGGUNAKAN DIKLOFENAK TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA TENNIS ELBOW TIPE II DI RSUP.DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR


Muhammad Akraf & Amaliah Latief
Dosen Politeknik Kesehatan Makassar, Jurusan Fisioterapi
Alamat Korenspondensi
Muhammad Akraf
Kompleks Fisioterapi C/2
Jln. Paccerakkan (KM-14) Daya
Makassar, 90241
Telp. 081 355 332 780

Pendahuluan
Tennis elbow merupakan salah satu kondisi terbanyak ditemukan disbanding dengan kondisi lainnya yang terdapat pada daerah siku yang umumnya diderita antara usia 35-55 tahun.
Tennis elbow adalah satu istilah yang ditujukan pada pemain tennis yang mengalami rasa sakit di daerah lateral elbow setelah bermain tennis. Sebenarnya tennis elbow identik dengan epycondilitis lateralis yakni rasa nyeri tersebut timbul karena partial rupture atau micro rupture pada tenoperiosteal atau tenomuscular yang dapat bersifat akut atau kronik dari otot ekstensor carpiradialis brevis atau longusakibat traumaatau berbagai pekerjaan, kegiatan yang melibatkan tangan atau pergelangan tangan secara berlebihan.
Diperkirakan tennis elbow 5% dari seluruh penderita disandang pemain tennis, sedangkang 95% lainnya diderita oleh berbagai profesi dan okupasi seperti ibu rumah tangga, teknisi, montir, tukang emas dan lain-lain. (Dos Winkel, 1984 dalam Muhammad Akraf, 2003).
Pada tennis elbow terdapat empat tipe yang dibedakan atas letak kerusakannya. Tipe I letak kerusaknnya pada origo otot ekstensor carpiradialis longus, tipe II pada origo teno periosteal otot ekstensor carpiradialis brevis, tipe III pada tendon otot ekstensor carpiradialis brevis dan tipe IV pada badan otot ekstensor carpiradialis brevis.
Dari keempat tipe tennis elbow tersebut maka tipe II merupakan terbanyak sekitar 90% yang ditemukan di klinik. Timbulnya nyeri akibat tennis elbow tersebut akan membatasi seseorang dalam melakukan gerakan-gerakan atau sewaktu beraktivitas.
Fisioterapi merupakan salah satu profesi keahlian mempunyai berbagai sarana dan alat yang disebut modalitas fisioterapi. Dari berbagai modalitas tersebut ultra sound dapat digunakan dalam penurunan nyeri pada tennis elbow. Yang mana dalam penggunaan ultra sound merupakan pengobatan dengan menggunakan mekanisme getaran dari gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20 KHz, namun yang sering digunakan dalam praktek fisioterapi adalah yang berfrekuensi antara 1 KHz dan 3 KHz.
Dalam penatalaksanaan ultra sound digunakan cupling medium berupa gel, air dan lain-lain sebagai sarana penghantar energi ultrasound ke jaringan. Namun walaupun demikian ultrasound dapat juga dikombinasikan dengan menggunakan obat-obatan yang dikenal dengan ultrasonophoresis.
Ultrasonophoresis diartikan terapi medik dengan subtansi atau bahan, benda, zat yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan energ ultrasound. Beberapa obat diabsorbsi masuk ke kulit tetapi sangat lambat, akan tetapi dengan menggunakan getaran ultrasound frekuensi tinggi dapat mempercepat absorbsi ke jaringan.
Telah ditemukan bahwa substansi aktif dapat dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit yang utuh dengan bantuan energi ultrasound. Gtiffin dan Touchstone (1967) melakukan penelitian pada salep yang mengandung hydrocortisone. Dan mereka menemukan adanya corticosteroid pada kedalaman 6 cm.
Gtiffin memberikan ultrasonophoresis dengan hydrocortisone pada 66 pasien, 68% pasien menunjukkan mobilitas normal tanpa rasa sakit sementara pada 36%  pasien diberi ultrasound placebo menunjukkan tidak ada kemajuan.
Moll (1979) melakukan penelitian ultrasonophoresis dengan lidocaine atau decadron menunjukkan kemajuan 88,1%, ultrasound placebo dengan intensital nol (o) menunjukkan 23,7%.
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ultrasonophoresis merupakan modalitas yang penting bagi fisioterapi.
Ultrasounophoresis dapat diandalkan pada gangguan dijaringan karena dapat mempercepat proses gerakan partikel-partikel serta mendorong absorbsi obat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul  “Pengaruh Ultrasonophoresis dengan Menggunakan Diklofenak terhadap Penurunan Nyeri akiba Tennis Elbow Tipe II”.
Bahan dan Metode
Lokasi, populasi dan sampel penelitian
            Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah dari hasil observasi ditemukan kondisi tennis elbow tipe II yang banyak serta modalitas ultra sound yang memadai.
Populasi adalah semua pasien tenis elbow tipe II yang datang berobat di Poli Fisioterapi RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sedang sampel penelitian  diambil dari populasi sebanyak 20 orang dengan kriteri inkslusi adalah :
1.     Sampel bersedia mengikuti aturan  penelitian.
2.    Sampel mengalami nyeri akibat tennis elbow tipe II yang kronis.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan oleh peneliti dari RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan cara hasil pre test dan post test dengan menggunakan  penilaian  Visual Analoque Scala (VAS) setelah sampel mendapatkan perlakuan berupa ultrasonophoresis menggunakan diklofenak  yang kemudian  dibandingkan hasil kedua penilaian tersebut.
Analisis data
Teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15 dengan Uji Wilxocon dan disajikan dalam bentuk narasi dan table.

Hasil Penelitian
Karakteristik sampel
     Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Fisioterapi RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, dengan populasi adalah semua penderita tennis elbow. Berdasarkan teknik pengambilan sampel secara purposive yang sesuai dengan kriteria inklusif, maka diperoleh jumlah responden sebanyak 20 orang.
Semua responden diberikan perlakuan yang sama yaitu pemberian ultrasonophoresis dengan menggunakan diklofenak. Alat ukur yang digunakan sebagai evaluasi adalah Visual Analogue Scale (VAS).
Responden yang didapatkan dalam penelitian ini memiliki usia 30 – 63 tahun serta jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Tabel 1.
Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Kelompok Usia
f
%
30 – 46 tahun
47 – 63 tahun
14
6
70
30
J u m l a h
20
100

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang berusia 30 – 46 tahun yaitu 14 orang (70%) daripada responden yang berusia 47 – 63 tahun yaitu 6 orang (30%).

Tabel 2.
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
f
%
Laki-Laki
Perempuan
7
13
35
65
J u m l a h
20
100

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak responden perempuan yaitu 13 orang (65%) daripada responden laki-laki yaitu 7 orang (35%) 
Deskripsi Variabel
Alat ukur yang digunakan sebagai evaluasi dari intervensi yang dilakukan adalah Visual Analogue Scale (VAS), sehingga data penelitian ini adalah nilai VAS pre test dan post test. Adapun distribusi dari nilai VAS pre test dan post test dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.
Distribusi Nilai Rerata dan Standar Deviasi nilai VAS
Pre test dan Post test

Kondisi
Nilai Rerata
Standar Deviasi
N
Pre test
6,545
0,596
20
Post test
4,160
1,0605
Selisih VAS
2,385
0,9805


Tabel diatas menunjukkan nilai rerata dan standar deviasi VAS pada pre test dan post test. Jika dilihat dari nilai rerata menunjukkan adanya penurunan nilai rerata dari pre test yaitu 6,545 ke post test yaitu 4,160 dengan rerata selisih VAS yaitu 2,385. Hal ini berarti bahwa pemberian Ultrasonophoresis dengan menggunakan diklofenak dapat menghasilkan penurunan nyeri pada tennis elbow tipe II, dengan rata-rata penurunan sebesar 2,385.
Analisis Inferensial
Nilai VAS pre test dan post test yang merupakan data penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon. Adapun hasil Uji Wilcoxon dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.
Hasil Uji Wilcoxon

Kondisi
N
Mean
SD
Ranks
Z
P
- Ranks
+ Ranks
Ties
Pre test
20
6,545
0,596
20
0
0
-3,921
0,000
Post test
20
4,160
1,060

Tabel diatas menunjukkan hasil Uji Wilcoxon yaitu nilai Ranks dan nilai Z. Berdasarkan nilai Ranks menunjukkan angka 20 pada negatif ranks yang berarti bahwa semua responden mengalami penurunan nyeri setelah diberikan perlakuan. Kemudian berdasarkan nilai Z, diperoleh hasil yaitu 3,921 dengan nilai p 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna setelah diberikan perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Ultrasonophoresis dengan menggunakan diklofenak dapat menghasilkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri pada penderita tennis elbow tipe II.
Pembahasan
Responden dalam penelitian ini adalah penderita tennis elbow tipe II yang berobat ke Poliklinik Fisioterapi RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak penderita tennis elbow yang berusia 30 – 46 tahun yaitu 14 orang (70%) daripada yang berusia 47 – 63 tahun yaitu 6 orang (30%) (lihat tabel 1). Menurut Wilson JJ (2005), tennis elbow secara khas terjadi pada usia 30 – 60 tahun dimana insiden puncak dari tennis elbow terjadi pada usia antara 30 – 60 tahun. Sedangkan menurut Tracy Shuman (2006), tennis elbow paling banyak menyerang pada usia 30 – 50 tahun. Kemudian hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih banyak penderita tennis elbow adalah perempuan yaitu 13 orang (65%) daripada laki-laki yang hanya 7 orang (35%) (tabel 2). Menurut Wilson JJ (2005), tidak ada perbedaan insiden yang nampak antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kondisi tennis elbow, tetapi lebih banyak berhubungan dengan aktivitas pekerjaan yang dominan melibatkan lengan dan tangan. Sedangkan menurut Tracy Shuman (2006), tennis elbow lebih banyak menyerang pada laki-laki daripada wanita dan umumnya menyerang pada pemain tennis, tetapi tennis elbow dapat menyerang pada orang-orang yang aktivitas pekerjaan memerlukan gerakan repetitif pada lengan, elbow dan wrist. Sebagai contoh, cleaning service saat menggunakan vacuum cleaner, mekanikal kendaraan bermotor, petani kebun, melukis dengan menggunakan roller, dan lain-lain. Hal ini juga lebih banyak dialami oleh responden perempuan yang aktivitas pekerjaannya banyak melibatkan gerakan repetitif pada wrist dan lengan bawah.
Tennis elbow disebabkan oleh adanya overuse otot dan tendon ekstensor lengan bawah dan wrist. Adanya tipe aktivitas yang repetitif dapat menyebabkan strain pada tendon ekstensor lengan bawah dan wrist sehingga menimbulkan akut injury pada tendon tersebut. Hal ini akan menimbulkan respon inflamasi dari tubuh dan timbul nyeri hebat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai VAS pre test yang diperoleh oleh responden rata-rata memiliki nilai 6,545 (tabel 3). Kemudian, setelah diberikan Ultrasonophoresis dengan menggunakan diklofenak dapat menghasilkan penurunan nyeri yang bermakna dengan rata-rata penurunan nyeri sebesar 2,385. Ultrasonophoresis dapat diartikan sebagai terapi medik dengan menggunakan substansi atau bahan yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui penggunaan energi atau pengaruh ultrasound. Ultrasound dapat menggunakan coupling medium berupa gel dan/atau air sebagai sarana penghantar energi ultrasound ke jaringan. Gel berupa diklofenak mengandung unsur/zat anti nyeri sehingga melalui penggunaan gelombang ultrasound dapat memasukkan gel tersebut ke area nyeri. Hal ini akan lebih baik karena diklofenak tersebut langsung menuju ke area nyeri melalui bantuan gelombang ultrasound sehingga kandungan diklofenak langsung menghambat biosintesa prostaglandin. Telah diketahui bahwa prostaglanding, histamin, bradikinin merupakan zat-zat iritan (zat-zat algogen) yang aktif saat terjadi reaksi inflamasi sehingga timbul nyeri. Kandungan diklofenak pada area nyeri di epicondylus lateral humeri dapat menghambat biosintesa prostaglandin sehingga dapat meredam atau menurunkan nyeri. Penurunan nyeri dapat dicapai dengan menghilangkan faktor iritan yang terproduksi saat reaksi inflamasi. Seperti yang dijelaskan oleh Sri Mardiman (2001), modulasi nyeri dapat diperoleh melalui beberapa mekanisme yaitu adaptasi atau blokade nosiseptor, penurunan daya hantar atau konduktivitas serabut afferent yang bermyelin tipis atau tidak bermyelin, mekanisme gate control, dan sistem endogenous opiate. Pemberian Ultrasonophoresis dengan menggunakan diklofenak dapat menurunkan nyeri melalui mekanisme adaptasi atau blokade nosiseptor yaitu menghambat atau menghilangkat faktor iritan (zat-zat algogen) yang aktif pada saat nyeri. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa pemberian Ultrasonophoresis dengan menggunakan diklofenak dapat menurunkan nyeri secara bermakna pada penderita tennis elbow tipe II, dengan rata-rata penurunan nyeri sebesar 2,385 (tabel 4). Hasil uji analisis pada tabel 5 juga menunjukkan bahwa pemberian Ultrasonophoresis dengan menggunakan diklofenak dapat memberikan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri pada penderita tennis elbow tipe II.