Muhammad Akraf
1. Pengertian
Arus Interferensi
“The
phenomenon which occur when two or more oscillations are applied simultaneously
to the same point or series point in a medium”
(Alex. R, dkk, 2002).
Hal di atas
mengandung pengertian bahwa arus interferensi merupakan hasil penggabungan dari
dua arus frekuensi menengah yang masing-masing mempunyai frekuensi yang berbeda
sehingga akan menimbulkan frekuensi dengan amplitude yang mengalami modulasi
amplitude Amplitude Modulation Frequency
(AMF) atau sering dikenal dengan frekuensi terapi.
Yang
dimaksud AFM ialah frekuensi dimana terjadi perubahan besaran amplitude
(intensitas arus) secara ritmis. Amplitudo merupakan hasil selisih antara frekuensi
I dan frekuensi II. Frekuensi menengah yang sering digunakan adalah 2000-5000
Hz. Tetapi pada Fisioterapi klinis digunakan frekuensi dasar (I) 2000 Hz dan
arus kedua 2100 Hz maka frekuensi modulasinya adalah 100 Hz. Di dunia
penelitian frekuensi arus interferensi yang pernah digunakan mencapai 100.000
Hz yang dilakukan oleh Gildemeister.
2. Sifat
Interaksi Pulsa Arus Interferensi
Sifat
pulsa dari arus interferensi adalah sinusoidal biphasic simetris sehingga arus
interferensi tidak menimbulkan reaksi elektrokimiawi pada jaringan di bawah
elektroda. Frekuensi menengah aru interferensi mempunyai penetrasi yang lebih
dalam disbanding dengan arus dyadinamis serta tidak mengiritasi kulit (membebani tahanan kulit). Arus
interfererensi dapat menimbulkan kontraksi tetanik yang lebih kuat terutama
pada durasi 2000 Hz. Amplitudo modulasi dapat dimodifikasi melalui pengaturan
spectrum sehingga pulsa dapat lebar atau kecil, melonjak tajam atau datar.
AMF dapat dimodifikasi dalam pengaturan spectrum
sehingga durasi pulsa bisa melebar atau menyempit dan bias juga mengalami
perubahan amplitude secara tajam atau landai.
Modifikasi AMF adalah sebagai berikut :
a. Model
spectrum 6/6 landai (6 detik naik ke puncak
frekuensi, kemudian 6 detik berikutnya menuju ke nilai awal).
b. Model
spectrum 6/6 tegak (1 detik pertama
sampai kepuncak frekuensi bertehan selama 5 detik, kemudian turun ke frekuensi
semula 1 detik berikutnya).
c. Model
spectrum 1/1 (1 detik pada frekuensi
awal lalu naik ke frekuensi maksimal bertahan selama 1 detik, kemudian turun
dan siklus ini bertahan selama terapi diberikan).
3. Mekanisme
Kerja Arus Interferensi
Mekanisme
kerja arus interferensi dalam pengurangan nyeri :
a. Teori
Gate Control
Arus
interferensi yang diberikan denan intensitas mitis dan normalis akan mengaktifkan serabut saraf afferent yang
bermielin besar seperti A alfa dan A beta karena serabut saraf tersebut
mempunyai nilai ambang yang rendah. Aktifasi serabut tersebut saraf afferent
yang besar akan mengaktifkan sel interneuron di substansi gelatinosa yang
mengakibatkan gerbang tertutup sehingga akan memblokir masukan rangsang yang
dibawah oleh nosiseptor ke sel transmisi (sel T) yang selanjutnya akan membawa
impuls nosiseptif ke otak dengan kata lain terjadi inhibisi presinapsis. Untuk
mekanisme ini dianjurkan menggunakan frekuensi terapi. Lihat Gate
control teory.
b. Pemblokiran
Langsung pada Aktivitas Nosiseptif
Mekanisme antidromik
dari arus interferensi akan menghambat impuls nosiseptif sehingg terhambat
proses transmisinya.
c. Peningkatan
pengangkutan materi kimiawi stimulator maupun mediator nyeri dari daerah
jaringan yang mengalami kelainan atau kerusakan sehingga nyeri akan berkurang.
d. Mengaktifkan
system supresi nyeri desenden.
e. Efek placebo.
Sedangkan
ahli yang lain berpendapat bahwa pengurangan nyeri dapat juga melalui mekanisme
normalis fungsi neurovegetatif yaitu meningkatnya elastisitas jaringan kolagen
akibat perbaikan sirkulasi darah pada jaringan yang bersangkutan sebagai hasil
tertekannya saraf simpatis (Slamet Prajoto, 2006).
Arus
interferensi lebih disukai oleh pasien oleh karena dirasakan lebih nyaman. Hal
ini disebabkan durasinya yang sangat pendek dan tidak menimbulkan efek kimia di
bawah elektroda atau menghasilkan muatan listrik netral (zero Neutral Charge) sehingga tidak mudah mengeksitasi nosiseptor.
Tingginya frekuensi interferensi akan menurunkan tahanan kapasitigf (capacitive reactance) sehingga
memungkinkan arus masuk ke jaringan yang lebih dalam dengan catatan tahanan
ohmik juga harus diturunkan dengan jalan membersihkan kulit pada daerah yang
diterapi dengan air hangat atau sabun.
4. Indikasi
dan Kontra-Indikasi Arus Interferensi
A. Indikasi
Arus Interferensi
Indikasi
arus interferensi meliputi kondisi yang disertai dengan :
a) Keluhan
nyeri misalnya dalam otot, tendon, ligamen, kapsul dan saraf.
b)
Keadaan hypertonus.
c)
Kelemahan otot.
Kelainan di atas dapat terjadi
sebagai akibat :
1. Gangguan
keseimbangan neuro vegetative mengakibatkan kelainan fungsi pada sirkulasi dan
organ (brkaitan dengan kondisi kronik)
2. Post
traumatic dan post operatif, misalnya : kontusio, sparain, subliksasi, rupture,
kontrakture,post imobilisasi, arthrosis, spondylosis, periarthritis, bursitis,
tendonitis, mialgia, atropi, dan lain-lain.
B. Kontra
indikasi Arus Interferensi
Kontra
indikasi arus interverensi meliputi :
a)
Demam.
b)
Tumor.
c)
Tuberculosis.
Dengan pertimbangan :
1) Peradangan local.
2) Thrombosis
3) Kehamilan.
4) Pacemaker
5) Metal
yang dipasang dalam tubuh, bila pasien merasa tidak enak.